MANAJEMEN KURIKULUM PROGRAM TAHFIDZ AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI’IYAH AL-AZHAR MOJOSARI SITUBONDO
Rohmatillah & Shaleh – Manajemen Kurikulum Program Tahfidz
107
MANAJEMEN KURIKULUM PROGRAM TAHFIDZ AL-QUR’AN DI
PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI’IYAH AL-AZHAR
MOJOSARI SITUBONDO
Siti Rohmatillah
Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo
siti.rohmatillah87@mail.com
Munif Shaleh
Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo
munif.shaleh@hotmail.com
Kata Kunci: manajemen, kurikulum, tahfidz, al-Qur’an
………………………….………………………………………………………………………………...
Pendahuluan
Al-Qur’an adalah mu’jizat sekaligus
pedoman hidup. Adalah wajar jika sebagian
umat islam terdorong untuk melestarikan
alqur’an terhindar dari kepalsuan dengan
jalan menghafalkannya. Salah satu
diantaranya adalah dengan membuka
program tahfidz al-qur’an baik oleh lembaga
keagamaan, pesantren, sekolah islam,
maupun secara individual.
Program tahfidz al-Qur’an harus
selalu diperbaharui, baik dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya,
terutama dalam hal metode pembelajaran
harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa
(santri) saat ini agar pelaksanaannya
menjadi semakin efektif dan efesien. Untuk
meningkatkan mutu program tahfidz alqur’an maka yang pertama harus dilakukan
adalah mengembangkan dan melengkapi
kurikulum. Karena jantung dari pendidikan
adalah kurikulum (Arifin, 2012).
Pengembangan kurikulum
dipandang sebagai proses perencanaan
kurikulum untuk menghasilkan rencana
kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini
berhubungan dengan pemilihan dan
pengorganisasian berbagai komponen
situasi belajar melalui serangkaian kegiatan
(Hamalik, 2013). Masalah –masalah dalam
proses pengembangan kurikulum menjadi
dasar pemikiran perlu adanya manajemen
pengembangan kurikulum. Manajemen
pengembangan kurikulum merupakan suatu
proses yang berkenaan dengan upaya yang
dilakukan dalam rangka pengembangan
kurikulum untuk mencapai tujuan
pendidikan (Mundir, 2017; Hamalik, 2013b).
Upaya tersebut merupakan proses yang
berkesinambungan yaitu dengan diawali
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan evaluasi.
Pondok Pesantren Syafiyah Al-Azhar
Mojosari Asembagus Situbondo adalah salah
satu amal usaha di bidang pendidikan dan
JPII Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018
108
keagamaan yang ikut andil dalam
melestarikan al-Qur’an dengan membuka
program tahfidz al-Qur’an. Pondok tersebut
memiliki santri yang masih duduk di
bangku madrasah, mulai dari MI, MTs, MA
untuk menghafal Al-Qur’an tanpa
mengesampingkan pendidikan formalnya di
sekolah. Program tahfidz al- Qur’an di
Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah AlAzhar Mojosari dibentuk pada tahun 2014
dalam rangka mewujudkan salah satu misi
Pondok Pesantren yaitu membentuk santri
yang memiliki akhlak Qur’ani. Tujuan
program tahfidz al-qur’an di Pondok
Pesantren ini adalah Agar santri bisa
membaca al-Qur’an dengan baik dan lancar
sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Selain itu
tidak hanya bisa membaca saja namun
bagaimana santri juga bisa menghafal alQur’an dengan fasih dan lancar. Karena
dengan menghafal al-Qur’an dapat
mendorong, membina, dan membimbing
santri untuk mencintai al-qur’an dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari
hari.
Program tahfidz al-qur’an bisa
dikatakan program baru di pondok
pesantren ini, hingga saat ini program
tersebut sudah berjalan kurang lebih selama
tiga tahun. Dalam pelaksaan kegiatannya,
program tahfidz al-qur’an ini menyusun
kurikulum sendiri dengan mengadopsi
beberapa kurikulum pondok pesantren lain
yang juga mendirikan program tahfidz alqur’an. Sebab hingga saat ini belum ada
pedoman resmi yang diterbitkan oleh
pondok pesantren sendiri ataupun dari
kementrian agama. Ditengah padatnya
kegiatan pondok pesantren, tidak menjadi
kendala bagi santri untuk mengikuti
Program tahfidz al-qur’an ini walaupun
pelaksanaan kegiatan tahfidz al-qur’an ini
dilaksanakan disela waktu istirahat santri,
yaitu setelah sholat ashar, hari selasa dan
hari jum’at. Terbukti dalam masa tiga tahun
sudah ada beberapa santri yang hafal
alqur’an dalam hitungan juz yang berbeda
sesuai kemampuan dan kesungguhan
masing-masing santri dalam menghafal alqur’an, yaitu ada yang hafal 1 juz, 3 juz, 5
juz dan 15 juz.
Dari hasil studi pendahuluan,
Program tahfidz al-Qur’an Pondok Pesantren
Salafiyah-Syafiiyah Al-Azhar Mojosari ini
belum maksimal dalam pelaksanaannya.
Pelaksanaan program tahfidz alqur’an ini
masih terdapat kekurangan dalam beberapa
tahapan manajemen kurikulum, sehingga
belum terlaksana secara optimal.
Pada tahap perencanaan, saat ini
belum tersedia panduan pengembangan
kurikulum program tahfidz al-Qur’an dari
kementrian agama atau dari pondok
pesantren sendiri yang komprehenship.
Sehingga dalam perencanaanya menjadi
kurang terukur dan program yang telah
disusun menjadi tidak efektif dan terarah.
Pada tahap pengorganisasian,
belum ada penyusunan target materi yang
diarahkan umtuk santri dalam
menyelesaikan hafalannya. Baik target hafan
harian, bulanan maupun tahunan.
Pada tahap pelaksanaan, kegiatan
tahfidz al-Qur’an yang dilaksanakan di
pondok pesantren ini belum menggunakan
strategi yang tepat, kegiatan cenderung
monoton, hanya berkutat pada menghafal
dan menyetorkan hafalan saja tanpa ada
kreasi metode inovatif untuk mengemas
kegiatan tersebut menjadi lebih menarik dan
menyenangkan. Sehingga, pelaksanaan
program ini kurang efektif dan tidak
terukur. Hal ini terbukti dari bentuk minat
dan kedisiplinan santri mengikuti kegiatan
tahfidz al-qur’an di pondok pesantren ini
begitu rendah.
Pada tahap pemantauan, Pondok
Pesantren Salafiyah Syafiiyah Al-Azhar
belum menyusun sistem penilaian yang
mencakup semua kompetensi program
tahfidz al-qur’an yang akan dinilai. Sehingga
pelaksanaan evaluasi yang ada menjadi
belum efektif untuk mengukur keberhasilan
tercapainya tujuan program tahfidz al-qur’an.
Rohmatillah & Shaleh – Manajemen Kurikulum Program Tahfidz
109
Khususnya untuk menilai keberhasialan
santri dalam menghafal al-qur’an. Sehingga
hal ini menjadi pengaruh pada motivasi
santri yang menurun.
Hal ini menunjukkan bahwa sangat
perlu adanya pengembangan dan perbaikan
dari tahapan manajemen kurikulum
program tahfidz al-qur’an yang telah berjalan.
Mengingat sampai saat ini belum ada
pedoman yang dibuat untuk mengatur
pelaksanaan program tahfidz alqur’an di
Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah AlAzhar Mojosari. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk meneliti program tersebut
dengan tema “Pengembangan Manajemen
Kurikulum Program Tahfidz al-Qur’an
Dengan Model Inverted Taba di Pondok
Pesantren Salafiyah Syafiiyah Al-Azhar
Mojosari Asembagus Situbondo”.
Tinjauan Tentang Tahfidz al-Qur’an
Tahfidz al-Qur’an terdiri dari dua
suku kata, yaitu tahfidz dan al-Qur’an,
keduanya mempunyai arti yang berbeda.
Pertama, tahfidz yang berarti menghafal .
Kata tahfidz merupakan bentuk
masdar dari haffadza, asal dari kata hafidzayahfadzu yang artinya “menghafal” (Anis
1392H). Hafidz menurut Quraisy Syihab
(2006) terambil dari tiga huruf yang
mengandung makna memelihara dan
mengawasi. Derivasi makna dasar ini
memunculkan kata menghafal, karena
tindakan menghafal merupakan upaya
pemeliharaan dengan baik ingatannya. Juga
makna “tidak lengah”, karena sikap ini
mengantar kepada keterpeliharaan, dan
“menjaga”, karena penjagaan adalah bagian
dari pemeliharaan dan pengawasan.
Kata hafidz mengandung arti
penekanan dan pengulangan pemelihara,
serta kesempurnaannya. Ia juga bermakna
mengawasi. Allah Swt. memberi tugas
kepada malaikat Raqib dan ‘Atid untuk
mencatat amal manusia yang baik dan
buruk dan kelak Allah akan menyampaikan
penilaian-Nya kepada manusia (Syihab,
2006).
Menurut Mahmud Yunus, “tahfidz
berasal dari kata dasar hafal yang dari
bahasa arab hafidza - yahfadzu- hifdzan, yaitu
lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan
sedikit lupa” (Yunus, 1999).
Menurut Abdul Aziz Abdul Ra’uf
definisi menghafal adalah proses mengulang
sesuatu, baik dengan membaca atau
mendengar, pekerjaan apapun jika sering
diulang pasti menjadi hafal (Ro’uf, 2004).
Sementara menurut Ibnu Madzkur yang
dikutip dalam buku Teknik Menghafal AlQur’an karangan Abdurrab Nawabudin
berkata bahwa menghafal adalah orang
yang selalu menekuni pekerjaannya
(Nawabuddin, 1991).
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata hafal adalah masuk dalam
ingatan (tentang pelajaran) dan dapat
mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat
buku atau catatan lain). Kata menghafal
adalah bentuk kata kerja yang berarti
Berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar
selalu diingat.
Sementara untuk al-Qur’an, para
ulama’ berpendapat mengenai pengertian
atau definisi tentang al-Qur’an. Menurut
asy-Syafi’i, lafadz al-Qur’an itu bukan
musytaq, yaitu bukan pecahan dari akar kata
manapun dan bukan pula berhamzah, yaitu
tanpa tambahan huruf hamzah ditengahnya,
sehingga membaca lafadz al-Qur’an dengan
tidak membunyikan ”a”. Oleh karena itu
menurut asy-Syafi’i, lafadz tersebut sudah
lazim digunakan dalam pengertian
kalamulloh yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW (Laonso, 2005).
Berarti menurut pendapat asy-Syafi’i
bahwa lafadz al-Qur’an bukan berasal dari
akar kata qa-ra-a yang artinya membaca.
Sebab kalau akar katanya berasal dari kata
qa-ra-a yang berarti membaca, maka setiap
sesuatu yang dibaca dapat dinamakan alQur’an.
JPII Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018
110
Menurut Mana’ Khalil al-Qattan
bahwa lafadz al-Qur’an berasal dari kata qara-a yang artinya mengumpulkan dan
menghimpun, qiro’ah berarti menghimpun
huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan
yang lainnya kedalam suatu ucapan yang
tersusun dengan rapi. Sehingga menurut alQattan, al-Qur’an bentuk masydar dari kata
qa-ra-a yang artinya dibaca (al-Qattan).
Pengertian al-Qur’an menurut
Rosihan Anwar adalah kitab yang
diturunkan kepada Rosulullah SAW, ditulis
dalam mushaf dan diriwayatkan secara
mutawatir tanpa keraguan” (Anwar, 2004).
Al-Qur’an adalah firman Allah Swt.
yang bernilai mukjizat, menurut Hasbi AshShiddieqy adalah Kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
dengan perantara malaikat Jibril as., yang
ditilawahkan secara lisan, diriwayatkan
kepada kita secara mutawâtir (ash-Shiddieqy,
1992).
Berdasarkan definisi menghafal alQur’an diatas dapat disimpulkan bahwa
menghafal al-Qur’an adalah proses
menghafal dalam ingatan sehingga dapat
dilafadzkan atau diucapkan diluar kepala
secara benar dengan cara-cara tertentu
secara terus menurus. Tujuannya untuk
memelihara, menjaga dan melestarikan
kemurnian al-Qur’an yang diturunkan
kepada Rasulullah SAW agar tidak terjadi
perubahan dan pemalsuan serta dapat
menjaga dari kelupaan baik secara
keseluruhan maupun sebagiannya.
Orang yang menghafal al-Qur’an
disebut al-hafidz, dan bentuk pluralnya
adalah al-huffaz. Definisi tersebut
mengandung dua hal pokok, yaitu : pertama,
seorang yang menghafal dan kemudian
mampu melafadzkannya dengan benar
sesuai hukum tajwid harus ssuai dengan
mushaf al-Qur’an. Kedua, seorang penghafal
senantiasa menjaga hafalannya secara terus
menerus dari lupa, karena hafalan al-Qur’an
itu sangat cepat hilangnya (Nawabuddin,
1992). Orang yang telah hafal sebagian atau
seluruh al-Qur’an namun tidak menjaganya
secara terus menerus, maka tidak disebut
sebagai hafidz al-Qur’an, karena tidak
menjaganya secara terus menerus.
Metode Penghafal al-Qur’an
Menghafal al-Qur’an merupakan
harta simpanan yang sangat berharga yang
diperebutkan oleh orang yang bersungguhsungguh. Menurut Zuhairini (19930, metode
berasal dari bahasa yunani (Greeca) yaitu
metha dan hados, metha berarti melalui/
melewati, sedangkan hados berarti jalan/ cara
yang harus dilalui untuk mencapai tujuan
tertentu. Menurut Abdul Muhsin (2007), alQur’an adalah kalam Allah yang bisa
menjadi syafa’at bagi pembacanya kelak di
hari kiamat.
Metode atau cara sangat penting
dalam mencapai keberhasilan menghafal,
karena berhasil tidaknya suatu tujuan
ditentukan oleh metode yang merupakan
bagian integral dalam sistem pembelajaran.
Metode-metode yang umum diterapkan
penghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Metode Wahdah
Yang dimaksud metode wahdah yaitu
menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat
yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai
hafalan awal, setiap ayat dapat dibaca
sebanyak 10 kali atau 20 kali atau lebih,
sehingga proses ini mampu membentuk
pola dalam bayangannya.
Metode Kitabah
Metode ini memberikan alternatif
lain dari pola metode yang pertama, pada
metode ini penulis terlebih dahulu menulis
ayat-ayat, dibaca sampai lancar dan benar,
lalu dihafalkannya.
Rohmatillah & Shaleh – Manajemen Kurikulum Program Tahfidz
111
Metode kitâbah bersumber dari alQur'an. Ada beberapa alasan pentingnya
metode ini, pertama, al-Qur'an menunjukan
dirinya sebagai al-kitâb yaitu yang ditulis. Ini
menunjukan bahwa tulisan merupakan
salah satu wujud Allah menjaga otentisitas
al-Qur'an disamping juga hafalan, karena
jika salah satunya melenceng maka yang lain
dapat membenarkan. Kedua, banyak sekali
ayat al-Qur'an dan hadis-hadis berbicara
pentingnya tulisan, seperti surat alQalam/68:1-2, al- Tûr/52:1-3, alBaqarah/2:282, al-Nûr/24:33.
Metode Sima’i
Adalah mendengarkan sesuatu
bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini
akan sangat efektif bagi penghafal yang
mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi
penghafal yang tuna netra atau anak-anak
yang masih dibawah umur yang belum
mengenal baca tulis al- Qur’an, dan cara ini
bisa dengan mendengar dari guru atau
mendengar melaui kaset.
Metode Gabungan
Metode yang digabung dalam
metode ini adalah metode wahdah dan
kitabah, hanya saja kitabah disini lebih
mempunyai fungsional sebagai uji coba
terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya.
Prakteknya yaitu setelah menghafal
kemudian ayat yang telah dihafal lalu ditulis
sehingga hafalan akan mudah diingat.
Metode Jama’
Menurut Ahsin W, metode jama’
dilakukan dengan kolektif yakni ayat-ayat
yang dihafal dibaca secara kolektif atau
bersama-sama dipimpin oleh guru, pertama
guru membacakan ayatnya kemudian siswa
menirukannya secara bersama-sama (Ahsin,
2005).
Metode Muroja’ah
Metode muroja’ah adalah salah satu
metode menghafal al- Qur’an dengan cara
pengulangan hafalan baik sebelum maupun
sesudah disetorkan kepada guru tahfidz.
Metode al-Qosimi
Menurut Abu Hurri al-Qosimi alHafizh, metode al-qosimi adalah metode
menghafal al-Qur’an dengan cara membaca
ayat yang akan dihafalkan secara berulangulang. Metode ini pertama kali diterapkan
oleh Abu Hurri al-Qosimi al-Hafizh (2010).
Klasifikasi metode penghafal alQur’an dikemukakan oleh Sa’dulloh sebagai
berikut: Bi Al-Nadzar: Metode Bi al-Nadzar
yaitu membaca dengan cermat ayat- ayat alQur’an yang akan dihafal dengan melihat
mushaf secara berulang-ulang. Tahfidz:
Metode tahfidz yaitu menghafal sedikit
demi sedikit al- Qur’an yang telah dibaca
secara berulang-ulang tersebut. Talaqqi:
Metode talaqqi yaitu menyetorkan atau
memperdengarkan hafalan yang baru
dihafal kepada seorang guru. Metode talaqqi
adalah metode yang diajarkan Jibril kepada
Muhammad Saw. dalam menyampaikan alQur'an, ini terlihat ketika wahyu pertama
turun surat al- ‘Alaq/96:1-5. Imam Ahmad
meriwayatkan hadis yang cukup panjang,
bahwa ketika menerima surat al-‘Alaq, Rasul
sangat ketakutan di Gua Hiro dan meminta
Khadijah menyelimuti sampai tiga kali, Jibril
berkata: iqra' (bacalah), Rasul menjawab: ma
ana bi qâri' (saya tidak mampu membaca),
Jibril mengulangi kata-kata ini dua kali,
Rasul pun tak kuasa untuk membacanya
sambil diselimuti rasa takut, kemudian ia
berkata: ma ana bi qâri (aku tidak mampu
membaca), setelah itu Jibril mengulangi
JPII Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018
112
untuk yang ketiga kali, maka Rasul
membaca seperti yang diajarkan Jibril
(Hanbal, 2004).
Takrir: Metode takrir yaitu
mengulang hafalan atau menyimakkan
hafalan yang pernah dihafalkan/ sudah
disimakkan kepada seorang guru. Tasmi’:
Menurut Sa’dulloh metode tasmi’ adalah
memperdengarkan hafalan kepada orang
lain, baik kepada perseorangan maupun
kepada jamaah (Sa’dulloh, 1994). Tasmî‘
berasal dari kata asma‘a artinya
memperdengarkan, tasmî‘ adalah bentuk
masdar yang artinya memperdengarkan alQur'an. Yang dimaksud metode ini adalah
memperdengarkan al-Qur'an untuk dihafal
atau didengar murid/orang lain (al-Hafizh,
1994).
Pada prinsipnya semua metode
diatas baik semua untuk dijadikan pedoman
menghafal al-Qur’an, baik salah satu
diantaranya atau dipakai semua sebagai
alternatif atau selingan dari mengerjakan
suatu pekerjaan yang terkesan monoton atau
untuk menghilangkan kejenuhan dalam
proses menghafal al-Qur’an.
Kemudian untuk membantu
mempermudah membentuk kesan dalam
ingatan terhadap ayat-ayat yang dihafal,
maka diperlukan strategi menghafal yang
baik, adapun strategi itu antara lain:
a. Strategi pengulangan ganda
b. Beralih setelah ayat telah dihafal
sepenuhnya
c. Menghafal urutan-urutan ayat yang
dihafalnya dalam satu kesatuan jumlah
setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya
d. Menggunakan 1 jenis mushaf
e. Memahami ayat-ayat yang dihafalnya
f. Memperhatikan ayat-ayat yang serupa
Disetorkan pada guru, yang juga
berfungsi untuk meningkatkan mutu atau
kualitas hafalan al-Qur’an.
Pengertian Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum adalah suatu
sistem pengelolaan kurikulum yang
komprehensif, sistemik, dan sistematis
dalam rangka mewujudkan tercapainya
kurikulum (Arifin, 2011; Rusman, 2009).
Dalam pelaksanaanya manajemen
kurikulum harus dikembangkan sesuai
dengan konteks pengelolaan sekolah dan
kurikulum yang dikembangkan di sekolah
(Suhandan, 2009). Otonomi yang diberikan
kepada lembaga pendidikan dalam
mengelola kurikulum secara mandiri
dengan memprioritaskan kebutuhan dan
ketercapaian sasaran dalam visi misi
lembaga pendidikan atau sekolah tidak
mengambil kebijakan nasional yang telah
ditetapkan (Rusman, 2009).
Manajemen kurikulum merupakan
arsiran antara kurikulum yang
dikembangkan pada satu pendidikan dan
pengelolaan sekolah. Manajemen kurikulum
pada lembaga pendidikan mencakup
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan evaluasi kurikulum. Kegiatan
kurikulum, pada lembaga pendidikan, lebih
menekankan pada implementasi dan
relevansi antara kurikulum nasional,
kebutuhan lingkungan sosial dan dunia
kerja serta kondisi sekolah yang
bersangkutan. Kurikulum pada lembaga
pendidikan merupakan kurikulum yang
mengintegrasikan peserta didik dengan
lingkungan sekolah.
Dalam dimensi pengembangan
kurikulum, manajemen kurikulum
berkenaan dengan distribusi dan
ketersediaan dokumen disekolah, sosialisasi
ide dan dokumen, pemberian bantua
profesional kepada kepala sekolah,
perencanaan sekolah dalam implementasi,
kualifikasi dan beban kerja guru, susasana
dan fasilitas kerja guru, pemantauan proses,
dan tindak lanjut program.
Menurut Rohiat, pemahaman
tentang konsep dasar manajemen adalah
Rohmatillah & Shaleh – Manajemen Kurikulum Program Tahfidz
113
bagaimana sekolah mengorganisasikan
seluruh sumber-sumber yang ada disekolah
sehingga kegiatan manajemen kurikulum
dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
Prinsip dan Fungsi Manajemen
Kurikulum
Wahyudin (2014) dan Rusman (2009)
mengemukakan lima prinsip yang harus
diperhatikan dalam melaksanakan manajemen kurikulum, yaitu :
1. Produktivitas, learning outcome
merupakan aspek utama dalam
pengelolaan kurikulum. Pertimbang-an
langkah-langkah pencapaian tujuan
kurikulum harus menjadi sasaran dalam
manajemen kurikulum.
2. Demokratisasi, pengelola, pelaksana dan
subjek didik seharusnya terlibat aktif
dalam proses pengelolaan kurikulum.
Setiap aktor melaksanakan peran
dengan penuh tanggung jawab untuk
mencapai tujuan kurikulum.
3. Kooperatif, kerjasama antar berbagai
pihak yang terlibat diperlukan untuk
untuk memperoleh hasil yang
diharapkan dalam kegiatan manajemen
kurikulum
4. Efektivitas dan efisiensi, rangkaian
kegiatan manajemen kurikulum harus
mempertimbngkan efektivitas dan
efisiensi untuk mencapai tujuan
kurikulum sehingga kegiatan
manajemen kurukulum tersebut
sehingga memberikan hasil yang
berguna dengan biaya, tenaga, dan
waktu yang relative singkat.
5. Pencapaian visi, misi dan tujuan melalui
proses dan kegiatan pengelolan
kurikulum. Manajemen kurikulum
berdasarkan pada visi yang ditetapkan.
Pengelolaan kurikulum mencakup
fungsi-fungsi yang harus dijalankan secara
secara bertahap dan sinergis. Keberhasilan
fungsi-fungsi manajemen kurikulum
berpotensi mencapai keberhasilan program
sekolah. Peran fungsi-fungsi tersebut adalah:
1. Memberdayakan sumber dan
komponen kurikulum melalui
pengelolaan yang terencana dan efektif.
2. Memberikan kesempatan yang sama
pada siswa untuk mencapai hasil yang
maksimal, melalui kegiatan
intrakurikuler, kegiatan ekstra dan
kokurikuler yang dikelola secara
integritas dalam mencapai tujuan
kurikulum.
3. Pengelolaan kurikulum yang efektif
akan berdampak pada relevansi dan
efektivitas pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan peserta didik maupun
lingkungan.
4. Pengelolaan kurikulum merupakan
bagian integral dari kinerja guru
maupun aktivitas siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Kepastian pengelolaan kurikulum
dalam menjadi motivasi bagi aktor
pembelajaran.
5. Proses pembelajaran selalu dipantau
dalam rangka melihat konsistensi antara
desain yang telah direncanakan dengan
pelaksanaan pembelajaran.
6. Pelibatan masyarakat dalam
pengelolaan kurikulum, terutama
penyediaan sumber belajar, akan
meningkat efektifivitas pencapaian
tujuan kurikulum.
7. Meningkatkan partisipasi masyarakat
untuk membantu pengembangan
kurikulum, kurikulum yang dikelola
secara professional akan melibatkan
masyarakat, khususnya dalam mengisi
bahan ajar atau sumber belajar perlu
disesuaikan dengan ciri khas dengan
kebutuhan pembangunan daerah
setempat (Rusman, 2009).
JPII Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018
114
Tahapan Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan
subtansi manajemen yang utama disekolah.
Prinsip dasar dari manajemen kurikulum ini
adalah berusaha agar proses pembelajaran
dapat berjalan dengan baik, dengan tolak
ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan
mendorong guru untuk menyususn dan
terus-menerus menyempurnakan strategi
pembelajaran. Adapun tahap manjemen
kurikulum disekolah melalui empat tahap
sebagai berikut:
Tahap Perencanaan
Menurut Griffin “planning is a
comprehensive process, that includes setting
goals, developing plan, and related activies”.
Perencanaan merupakan proses yang
komprehensif yang mencakup 3 hal
kegiatan, yaitu menetapkan tujuan,
mengembangkan rencana, dan kegiatan
yang terkait. Menurut Husaini Usman,
yaitu meliputi pemilihan atau penetapan
tujuan-tujuan organisasi, penentuan strategi,
kebijakan proyek, program prosedur,
metode, sistem, anggaran, dan standar yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Yaitu
kegiatan yang akan dilakukan di masa
datang untuk mencapai tujuan.
Didalam tahap perencanaan menurut
Dinn Wahyudin (2014), meliputi langkahlangkah: 1) analisis kebutuhan 2)
merumuskan dan menjawab pertanyaan
filosofis 3) menentukan desain 4) membuat
rencana induk ( master plan ):
pengembangan, pelaksanaan dan penilaian.
Terdapat dua kondisi yang perlu
dianalisis setiap perencanaan kurikulum.
Pertama, Kondisi Sosio Kultural. Kompetensi
untuk dapat mengolah atau memanfaatkan
berbagai sumber yang ada di masyarakat,
untuk dijadikan narasumber. Kegiatan
pendidikan merupakan kegiatan behavioral,
terjadi berbagai interaksi social antara guru
dengan murid, murid dengan murid, dan
atau guru dengan murid dengan
lingkungannya. Kedua, Ketersediaan
Fasilitas. Jika penyusunan kurikulum yang
tidak melibatkan guru akan menyebabkan
kesenjangan perencana kurikulum dan guru,
lebih-lebih perencana kurang atau bahkan
tidak memperhatikan kesipan guru-guru di
lapangan. Pendekatan “from the bottom up”
yang dikemukakan J.G Owen dapat menjadi
solusi gap tersebut (Hamalik, 2010).
Perencanaan kurikulum terjadi pada
berbagai tingkatan, dan melibatkan aktoraktor kurikulum, terutama guru (Olivia,
2004). Perencanaan kurikulum adalah
perencanaan kegiatan pembelajaran untuk
membantu peserta didik ke arah perubahan
tingkah laku yang diinginkan dan menilai
perubahan-perubahan yang terjadi pada
peserta didik.
Tujuan perencanaan kurikulum
ditetapkan dengan mempertimbangkan
kekuatan sosial, pengembangan masyarakat,
kebutuhan, dan gaya belajar siswa.
Perumusan tujuan kurikulum harus
mengarah pada spesifikasi berdasarkan
kriteria. Merencanakan pembelajaran
merupakan bagian yang sangat penting
dalam perencanaan kurikulum karena
pembelajaran merupakan aktivitas yang
berdampak langsung kepada siswa
dibandingkan kurikulum itu sendiri
(Rusman, 2009).
Penyusunan perencanaan kurikulum
dilaksanakan secara cermat, teliti,
menyeluruh dan rinci, karena memiliki
multi fungsi berikut:
1. Pedoman yang berisi petunjuk tentang
jenis dan sumber peserta yang
diperlukan, media penyampaiannya,
tindakan yang perlu dilakukan, sumber
biaya, tenaga, sarana yang diperlukan,
sistem pengawasan dan evaluasi, peran
unsur-unsur ketenagaan untuk
mencapai tujuan pengelolaan lembaga
pendidikan.
Rohmatillah & Shaleh – Manajemen Kurikulum Program Tahfidz
115
2. Penggerak roda organisasi dan tata
laksana untuk menciptakan perubahan
sesuai dengan tujuan organisasi.
Perencanaan kurikulum yang matang
besar kontribusinya terhadap
pembuatan keputusan oleh pimpinan.
Perencanaan harus memuat informasiinformasi yang relevan.
3. Pendorong untuk melaksanakan sistem
pendidikan sehingga mencapai hasil
optimal (Hamalik, 2009).
Tahap Pengorganisasian
Secara umum pengorganisasian
adalah memutuskan cara terbaik untuk
kegiatan dan sumber daya organisasi jadi,
pengorganisasian berkaitan dengan caracara terbaik guna melaksanakan kegiatan
dengan sumber daya organisasi yang ada.
Yang dimaksud dengan melaksanakan
kegiatan ini adalah kegiatan yang telah
direncanakan sebelumnya untuk mencapai
tujuan organisasi ataupun lembaga yang
telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Husaini Usman
adalah : 1) menentukan sumber daya dan
kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan organisasi 2) proses perencanaan dan
pengembangan suatu organisasi yang akan
mendapat membawa hal-hal tersebut kearah
tujuan 3) penugasan tanggung jawab
tertentu 4) pendelegasian wewenang yang
diperlukan kepada individu-individu untuk
melaksanakan tugas-tugasnya (Usman,
2008).
Sehingga pengorganisasian dapat
didefinisikan sebagai penentuan Organisasi
kurikulum adalah struktur program
kegiatan organisasi, penentuan sumber daya
manusia, penugasan tanggung jawab, dan
pendelegasian wewenang kepada individu
untuk mencapai tujuan organisasi. Adapun
tahap pengorganisasian menurut Din
Wahyudin (2014) meliputi langkah-langkah:
1. Perumusan rasional atau dasar
pemikiran
2. Perumusan visi, misi, dan tujuan
3. Penentuan struktur da nisi program
4. Pemilihan dan pengorganisasian materi
5. Pengorganisasian kegiatan
pembelajaran.
6. Pemilihan sumber, alat, sarana
belajar,dan
7. Penentuan cara pengukuran hasil
belajar.
Organisasi kurikulum mengatur
tentang bahan pelajaran, yang bersumber
dari nilai budaya, nilai sosial, aspek siswa
dan masyarakat serta ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam oganisasi
kurikulum, di antaranya berkaitan dengan
ruang lingkup (scope), urutan bahan
(sequence), kontinuitas, keseimbangan dan
keterpaduan (integrated) (Rusman, 2009).
Tahap Pelaksanaan
Menurut Dinn Wahyudin tahap
implementasi atau pelaksanaan meliputi
langkah-langkah: penyusunan rencana dan
program pembelajaran, penjabaran materi (
kedalam dan keluasannya ), penentuan
strategi dan metode pembelajaran,
penyediaan sumber, alat, dan sarana
pembelajaran, penentuan cara dan alat
peniliain proses dan hasil belajar, setting
lingkungan pembelajaran (Wahyudin, 2014).
Tahap pembinaan kurikulum pada
dasarnya adalah usaha pelaksanaan
kurikulum di sekolah, sedangkan
pelaksanaan kurikulum itu sendiri
direalisasikan dalam proses belajar mengajar
sesuai dengan prinsip-prinsip dan tuntutan
kurikulum yang telah dikembangkan
sebelumnya bagi suatu jenjang pendidikan
atau sekolah-sekolah tertentu.
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat
dikelompokkan menjadi sembilan, yaitu:
JPII Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018
116
1. Kegiatan yang berhubungan dengan
tugas kepala sekolah.
2. Kegiatan yang berhubungan dengan
tugas guru
3. Kegiatan yang berhubungan dengan
murid
4. Kegiatan yang berhubungan dengan
proses belajar mengajar
5. Kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler
6. Kegiatan pelaksanaan evaluasi
7. Kegiatan pelaksanaan pengaturan alat
8. Kegiatan dalam bimbingan dan
penyuluhan
9. Kegiatan yang berkenaan dengan usaha
peningkatan mutu professional guru
(Rusman, 2009).
Operasionalisasi kurikulum
diklasifikasikan menjadi dua tingkat: tingkat
sekolah yang berperan adalah kepala
sekolah, dan pada tingkatan kelas yang
berperan adalah guru. Pembedaan antara
tugas kepala sekolah dan tugas guru dalam
pelaksanaan kurikulum sebagai pembagian
kerja, yang senantiasa bergandengan dan
bersama-sama bertanggungjawab
melaksanakan proses administrasi
kurikulum.
Pelaksanaan Kurikulum
Tingkat Sekolah
Pada tingkatan sekolah, kepala
sekolah bertanggung jawab melaksanakan
kurikulum di lingkungan sekolah yang
dipimpinnya, yakni menyusun rencana
tahunan, jadwal pelaksanaan kegiatan,
memimpin rapat dan membuat notula rapat,
membuat statistik dan menyusun laporan.
Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala
dan staf administrasi.
Pelaksanaan kurikulum Tingkat kelas
Pembagian tugas guru dalam proses
pembelajaran dilakukan secara administratif
untuk menjamin keterlaksanaan kurikulum
di kelas. Tugas-tugas tersebut adalah
penjadwalan tugas mengajar,
pananggungjawab pembinaan ekstra
kurikuler, dan pelaksana tugas bimbingan
belajar.
Tahap Evaluasi / Penilain
Rumusan evaluasi menurut
Gronlund dan Linn (1990) adalah proses
sistematis pengumpulan, analisis dan
interpretasi data untuk menentukan tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran siswa.
Hopkins dan Antes mendefinisikan evaluasi
sebagai pemeriksaan berkelanjutan untuk
memperoleh data tentang siswa, guru,
program pendidikan, dan proses
pembelajaran untuk mengetahui tingkat
perubahan siswa dan ketepatan keputusan
tentang profil siswa dan efektivitas program.
Evaluasi, menurut Tyler, merupakan
upaya untuk menentukan tingkat perubahan
yang terjadi pada hasil belajar siswa. Hasil
belajar, umumnya diukur dengan tes
obyektif. Tujuan evaluasi adalah untuk
menentukan tingkat perubahan yang terjadi,
baik secara statistik, maupun secara edukatif
(Rusman, 2009).
Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah pengukuran untuk mendapat profil
siswa dan program kurikulum secara
komprehensif. Evaluasi pada dasarnya
adalah pembuatan keputusan tentang nilai
suatu objek. Keputusan evaluasi yang
diperoleh dari hasil pengukuran, dapat
dilengkapi dengan teknik-teknik alternatif,
yang menekankan pada keotentikan obyek.
Menurut Din Wahyuddin, pada
tahap penilaian dilakukan untuk melihat
sejauh mana kekuatan dan kelemahan dari
kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk
penilaian formatif mauapun sumatif.
Penlaian kurikulum dapat mencakup
kontek, input, proses, produk (CIPP).
Rohmatillah & Shaleh – Manajemen Kurikulum Program Tahfidz
117
penilaian kontek memfokuskan pada
pendekatan sistem dan tujuan, kondisi
aktual, masalah-masalah dan peluang.
Penilaian input adalah mefokuskan pada
kemampuan sistem, strategi, pencapaian
tujuan, implementas desain dan cost benefit
dari rancangan. Penilaian proses memiliki
fokus ytu pada penyediaan informasi untuk
pembuatan keputusan dalam melaksanakan
program. Penialain produk berfokus pada
mengukur pencapiaan proses dan akhir
program. valuasi merupakan bagian dari
sistem manajemen yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan
mengetahui bagaimana kondisi kurikulum
tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta
hasilnya (Wahyudin, 2014).
Manajemen Kurikulum Program
Tahfidz al-Qur’an
Manajemen kurikulum merupakan
subtansi manajemen yang utama dilembaga
pendidikan . Prinsip dasar dari manajemen
kurikulum ini adalah berusaha agar proses
pembelajaran atau kegiatan dapat berjalan
dengan baik , dengan tolak ukur pencapaian
tujuan oleh siswa dan mendorong guru
untuk menyusun dan terus- menerus
menyempurnakan strategi pembelajaran.
Hal ini menunjukkan bahwa program
tahfidz al-qur’an membutuhkan adanya
panduan manajemen kurikulum sebagai
pedoman pelaksanaan kegiatan tahfidz alqur’an. Hal ini diperkuat dengan hasil
identifikasi kebutuhan yang diperoleh dari
observasi kegiatan tahfidz al-qur’an dan
studi analisis dokumen.
Sebagai bahan pertimbangan dalam
menyusun panduan manajemen kurikulum
tersebut, maka panduan diupayakan
memuat seluruh aspek manajemen
kurikulum secara lengkap baik perencanaan
kurikulum, pengorganisasian kurikulum,
pelaksanaan dan evaluasi kurikulum.
Pernyataan tersebut didukung oleh kondisi
di lapangan, tentang manajemen kurikulum
program tahfidz al-qur’an di Pondok
Pesantren Salafiyah Syafiiyah Al-Azhar
Mojosari yang tidak maksimal dalam
pelaksanaannya.
Pada aspek perencanaan, program
tahfidz al-qur’an sudah menentukan visi,
misi dan tujuan serta menyusun programprogram kegiatan. Namun dalam menyusun
program tersebut belum tersedia pedoman
pengembangan manajemen kurikulum
program tahfidz al-Qur’an baik dari
kementrian agama atau dari pondok
pesantren sendiri yang komprehenship.
Sehingga dalam perencanaanya menjadi
kurang terukur dan program yang telah
disusun menjadi tidak efektif dan terarah.
Pada aspek pengorganisasian, jadwal
kegiatan sudah tersusun secara jelas , target
minimal hafalan santri sebanyak 3 juz dalam
satu tahun namun target ini tidak terperinci
secara detail berapa banyak materi tahfidz
al-qur’an yang harus dihafal santri baik
hafalan harian maupun bulanan. Yang
penting menghafal saja.
Pada aspek pelaksanaan, kegiatan
tahidz al-Qur’an yang dilaksanakan
dipondok pesantren ini belum
menggunakan strategi yang tepat, proses
kegiatan cenderung monoton, hanya
berkutat pada menghafal dan menyetorkan
hafalan saja tanpa ada kreasi metode inovatif
untuk mengemas kegiatan tersebut menjadi
lebih menarik dan menyenangkan. Sehingga,
pelaksanaan program ini kurang efektif. Hal
ini terbukti dari bentuk minat dan
kedisiplinan santri mengikuti kegiatan
tahfidz al-qur’an di pondok pesantren ini
sangat rendah.
Pada aspek pemantauan, program
tahfidz al-azhar melaksanakan penilaian
tengah semester dan akhir semester dengan
metode bil lisan dan bil ghaib. namun belum
ada kriteria penilaian yang mencakup semua
kompetensi program tahfidz al-qur’an yang
akan dinilai. Sehingga pelaksanaan evaluasi
JPII Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018
118
yang ada sehingga menjadi belum efektif
dalam mencapai keberhasilan tercapainya
tujuan program tahfidz al-qur’an.
Khususnya untuk menilai keberhasialan
santri dalam menghafal al-qur’an. Sehingga
hal ini menjadi pengaruh pada motivasi
santri yang menurun.
Berdasarkan paparan diatas,
program tahfidz al-quran di Pondok
Pesantren Salafiyah Syafiiyah Al-Azhar
Mojosari sangat membutuhkan adanya
perbaikan untuk meningkatkan kualitas
program tersebut yang saat ini berjalan.
Yakni dengan cara mengembangkan
manajemen kurikulum program tahfidz alqur’an yang dalam hal ini dikembangkan
dengan model inverted taba.
Desain Pengembangan Manajemen
Kurikulum Program Tahfidz al-Qur’an
Manajemen kurikulum menuntut
upaya yang lebih berorientasi pada
kebutuhan dengan terlebih dahulu
melakukan studi pendahuluan. Hal ini
dimaksudkanagar dalam pelaksanaan
kurikulum menghasilkan perubahanperubahan strategis sebagai dampak
implementasi kurikulum yang akhirnya
evaluasi dan pengendalian mulai dari
perencanaan, pelaksanaan maupun tindak
lanjut kurikulum menghasilkan outcame
yang dapat diukur secara kuantitas maupun
kualitas.
Berdasarkan hasil studi
pendahuluan, dalam rangka
memaksimalkan pelaksanaan program
tahfidz al-qur’an di Pondok Pesantren
Salafiyah Syafiiyah Al-Azhar sangat
dibutuhkan adanya perbaikan program. Jika
ingin memperbaiki program maka yang
pertama diperbaiki adalah kurikulum, sebab
kurikulum merupakan jantung dari sebuah
pendidikan yang pengelolaannya tidak lepas
dari adanya manajemen. Oleh karena
itu, peneliti tertarik untuk mengembangkan
manajemen kurikulum program tahfidz alqur’an dengan model inverted taba.
Pertimbangan menggunakan model
inverted Taba, karena Taba
mengembangkan model atas dasar data
induktif sehingga dikenal dengan model
terbalik. Dikatakan model terbalik karena
pengembangan kurikulumnya tidak
didahului oleh konsep-konsep yang
datangnya secara deduktif. Pengembangan
kurikulum, menurut Taba, secara deduktif
cenderung mengurangi kemungkinankemungkinan inovasi kreatif sehingga tidak
dapat menciptakan pambaruan kurikulum.
Kurikulum dikembangkan secara terbalik
(inverted) yaitu dengan pendekatan induktif.
Pengembangan manajemen
kurikulum program tahfidz al-qur’an model
inverted taba meliputi tujuh langkah, yaitu :
mendiagnosis kebutuhan, merumuskan
tujuan, memilih isi, pengorganisasian isi,
memilih pengalaman belajar,
pengorganisasian pengalaman belajar,
mengevaluasi.
Tahap pertama dalam
mengembangkan manajemen kurikulum
program tahfidz al-qur’an adalah
mendiagnosis kebutuhan. Hasil diagnosis
kebutuhan program tahfidz al-qur’an melalui
observasi lapangan dan studi
dokumentasi berupa : pelaksanaan tahfidz
al-qur’an dengan metode variatif dan
menyenangkan, penentuan target materi
hafalan, pelaksanaan evaluasi yang efektif.
Tahap kedua merumuskan tujuan.
Berdasarkan hasil kebutuhan program
tahfidz al-qur’an, selanjutnya dirumuskan
tujuan khusus program dengan
menggunakan rumus ABCD sebagai
berikut :
1. Dengan metode variatif santri dapat
melaksanakan hafalan al-qur’an dengan
baik dan menyenangkan.
2. Dengan target hafalan santri dapat
menghafal alqur’an secara tepat sesuai
alokasi waktu.
Rohmatillah & Shaleh – Manajemen Kurikulum Program Tahfidz
119
3. Melalui evaluasi santri dapat melafalkan
hasil hafalannya dengan baik dan benar.
Tahap ketiga memilih isi/ materi.
Setelah tujuan dirumuskan, selanjutnya
memilih isi / materi tahfidz al-qur’an. Dalam
memilih materi disesuaikan dengan taraf
berfikir santri, materi diurut dari yang
mudah kemudian baru melangkah pada
matreri yang rumit, sehingga materi
hafalan dimulai dari juz 30 yakni surat annass hingga surat ann-naba kemudian
dilanjutkan juz 1 hingga juz 29.
Tahap keempat mengorganisasi
isi/materi. materi program tahfidz al-qur’an
yang telah ditentukan itu disusun dan
diklasifikasi menjadi tiga tingkat selama tiga
tahun, tahun pertama semester satu target
hafalan sebanyak 6 juz, semester dua
sebanyak 6 juz. tahun kedua semester satu
sebanyak 6 juz dan semester kedua sebanyak
6 juz. tahun ketiga semester satu sebanyak 6
juz dan semester kedua digunakan untuk
murajaah hafalan dari juz awal hingga ahir
selama enam bulan. Jadi target hafaln yang
ditentukan minimal santri dapat menghafal
6 juz. Standar 12 juz sempurna 30 juz.
.Selanjutnya materi tersebut di sususn dalam
bentuk program tahunan dan program
semester.
Tahap kelima memilih pengalaman
belajar. Pada langkah ini ditentukan
pengalaman-pengalaman belajar yag harus
dimiliki santri selama mengikuti kegiatan
program tahfidz al-qur’an. pengalaman
belajar meliputi menghafal al-qur’an ,
mentalaqqi hafalan kepada guru dan
melakukan murajaah .
Selain itu untuk memberikan
pengalaman belajar yang baik efektif dan
menyenangkan kepada santri, kegiatan
program tahfidz al-qur’an disertai dengan
strategi, metode dan tehnik cara menjaga
hafalan.
Tahap ke enam mengorganisasikan
pengalaman belajar, pengalaman belajar
dikemas kedalam paket-paket
kegiatan program tahfidz al-qur’an. Kegiatan
ini dikemas dengan kegiatan di dalam kelas
dan di luar kelas (lingkungan) dengan
menggunakan strategi yang baik dan tepat
agar tercipta kegiatan yang optimal, menarik
dan menyenangkan meliputi strategi
pelaksanaan kegiatan secara individual,
kelompok dan klasikal.
Tahap ketujuh mengevaluasi.
pelaksanaan evaluasi program tahfidz alqur’an yaitu meliputi evaluasi harian,
evaluasi bulanan, evaluasi semester dan
karantiana akhir tahun bagi yang telah
menyelesaikan hafalan 30 juz. Adapun
kreteria evaluasi meliputi tajwid, kelancaran
fashohah dan adab.
Hasil produk pengembangan
manajemen kurikulum program tahfidz
alqur’an ini berupa buku panduan, Setelah
penyusunan panduan kurikulum program
tahfidz selesai, sebelum diuji cobakan
peneliti melakukan validasi pada 2 validator
yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan
panduan tersebut. Validasi dilakukan
dengan cara memberikan angket pada 2
pakar ahli yang kemudian diminta untuk
mengisi lembar validasi tersebut sesuai
dengan kelayakan pada tiap tiap pernyataan
mengenai isi dan bahasa. Data yang
diperoleh kemudian diolah menjadi data
dalam bentuk angka yang selanjutnya
dilakukan analisis data validasi produk.
Berdasarkan hasil analisis validasi
produk diperoleh nilai 86,5, nilai tersebut
ketika dikonsultasikan dengan table kriteria
uji kelayakan produk, menunjukkan bahwa
produk panduan manajemen kurikulum
program tahfidz alqur’an termasuk dalam
katagori Sangat Layak, karena berada pada
rentangan skor antara 81-100.
Jadi, berdasarkan paparan diatas
bahwa pengembangan produk manajemen
kurikulum program tahfidz alqur’an
dipondok pesantren salafiyah syafiiyah alazhar mojosari di kembangkan dengan
menggunakan model inverted taba meliputi
: mendiagnosis kebutuhan, merumuskan
tujuan, memilih isi, mengorganisasi isi,
JPII Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018
120
memilih pengalaman belajar,
mengorganisasikan pengalaman belajar dan
mengevaluasi. Hasil pengembangan ini
berupa buku panduan manajemen
kurikulum program tahfidz alqur’an yang
dinyatakan sangat layak berdasarkan hasil
nalisis validasi poduk dari 2 orang ahli.
Keunggulan dan Keterbatasan
Keunggulan panduan manajemen
kurikulum program tahfidz alqur’an di
Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah AlAzhar sebagai berikut :
1. Dilihat dari komponennya panduan ini
sudah memenuhi kriteria ruang lingkup
manajemen kurikulum.
2. Panduan ini di rancang agar dapat
memudahkan para pelaksana program
tahfidzul qur’an dalam melaksanakan
kegiatan tahfidz al-quran. Materi tahfidz
disusun secara sistematis dalam bentuk
prota dan promes.
3. Isi panduan dilengkapi berbagai metode
menghafal dan langkah praktis yang
dapat menjadi pilihan dalam
melaksanakan kegiatan aktif dan
menyenangkan.
4. Dalam panduan juga dilengkapi slembar
evaluasi berikut kriteria evaluasi
5. Panduan Kuriulum ini bisa digunakan
kapan saja dan dimana saja
6. Panduan kurikulum ini menggunakan
font garamond ukuran 12 agar
pembaca tidak pusing.
7. buku panduan dicetak menggunakan
kertas A4 agar mudah dibawa kemana
saja
8. panduan didusun dengan menggunakan
bahasa yang mudah dipahami di
lengkapi tabel dan lampiran yang terkait
dengan isi program tahfidz al-qur’an.
Sedangkan keterbatasan panduan ini
adalah:
1. Panduan ini belum dilakukan uji coba
penggunaan sebab kendala waktu,
tenaga dan biaya.
2. Panduan kurikulum ini hanya ditingkat
lokal Pondok Pesantren Al-Azhar.
Kesimpulan
Pengembangan manajemen
kurikulum program tahfidz al-Qur’an
didasarkan kelemahan pada lokasi
penelitian, yaitu pada aspek-aspek dan
tahapan manajemen kurikulum.
Desain pengembangan dengan
menggunakan model inverted Taba. Tujuh
langkah model tersebut yang diterapkan
adalah: pertama, mendiagnosis kebutuhan;
kedua, merumuskan tujuan; ketiga, memilih
isi; keempat, mengorganisasi isi; kelima,
memilih pengalaman belajar; keenam,
mengorganisasi pengalaman belajar; ketujuh,
mengevaluasi. Rancangan pengembangan
tersebut, kemudian divalidasi oleh ahli dan
dinyatakan layak untuk pengujian lapangan.
Daftar Pustaka
Abdul, M. (2007). Kunci-kunci Syurga. Solo:
Aqwam .
Ahmad bin Hanbal. (2004) Musnad Ahmad
bin Hanbal. Libanon: Bait al-Afkâr alDauliyah.
Ahsin, W. (2005). Bimbingan Praktis
Menghafal Al-Qur’an. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ahsin, W. Al. (1994). Bimbingan Praktis
Menghafal al-Qur'an. Jakarta: Bumi
Aksara
al-Hafizh, A, H, al. (2010). Cepat dan Kuat
Hafal Juz’amma. Solo: Al-Hurri.
Anis, I., dkk. (1392). Al-Mu’jam Al-Wasit.
Mesir : Dar al-Ma’arif.
ash-Shiddieqy, M, H. (1992). Sejarah dan
Pengantar ‘Ulum al-Qur’an/Tafsir. cet.
XIV. Jakarta: Bulan Bintang.
Rohmatillah & Shaleh – Manajemen Kurikulum Program Tahfidz
121
Bunyamin Yusuf Surur. (1994). “Tinjauan
Komparatif Tentang Pendidikan
Tahfidz al-Qur’an di Indonesia dan
Saudi Arabia”, Tesis, UIN Sunan
Kalijaga. Yoyakarta : Program
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah.
Dadang, S, dkk. (2009). Manajemen
Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Gronlund, N,. E. & Linn, R, L. (1990).
Measurement and Evaluation in Teaching.
ed. 6. New York: MacMillan
Publishing.
Hamalik, O. (2010). Manajemen
Pengembangan Kurikulum. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Hamalik, O. (2013a). Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum. cet. 5.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Hamalik, O. (2013b). Manajemen
pengembangan Kurikulum. cet. 5.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Khalil, al. (t.t) Mannaul Qattan. Libanon : Dar
al-Fikr.
Laonso, A, M, H. (2005). Ulumul Qur’an.
Jakarta: Restu Ilahi.
M. Quraisy, Sy. (2006). Menyingkap Tabir Ilahi
Al-Asma Al-Husna dalam Perspektif AlQur’an. Jakarta : Lentera Hati.
Mahmud, Y. (1999). Kamus Arab-Indonesia.
Jakarta: Hidakarya Agung.
Mundir. (2017). Penerapan Pendekatan
Saintifik dan Normatif dalam
Pembelajaran Aqidah Akhlak di
Madrasah Ibtidaiyah. Jurnal Pendidikan
Islam Indonesia, 1(2), 193–204. Retrieved
from http://ojs.ppsibrahimy.ac.id/index.php/jpii/article/vi
ew/24
Nawabuddin, A. R. (1992). Metode Efektif
Menghafal Al-Qur’an, terj. Ahmad E.
Koswara. Jakarta : CV. Tri Daya Inti.
Nawabudin, A. (1991). Teknik Menghafal AlQur’an. Bandung: Sinar Baru.
Olivia, P. F. (2004). Development The
Curriculum, (Edisi VI; New York:
Pearso Education, Inc.
Ro’uf, A, A, A. (2004). Kiat Sukses Menjadi
Hafizh Qur’an Da’iyah. Bandung: PT
Syaamil Cipta Media.
Rosihan, A. (2004) Ulumul Qur’an. Bandung:
Pustaka Setia.
Rusman, (2009). Manajemen Kurikulum.
Jakarata: PT. Raja Grafindo Persada.
Sa’dulloh, (2008). 9 Cara Praktis Menghafal AlQur’an. Jakarta: Gema Insani .
Usman, H. (2008). Manajemen Teori, Praktik
dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Wahyudin, D. (2014). Manajemen Kurikulum.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Zainal, A. (2012). Pengembangan Manajemen
Mutu Kurikulum Pendidikan Islam
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Zainal, A. (2011) Konsep dan Model
Pengembangan Kurikulum. cet. I.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Zuhairini, (1993). Metode Pendidikan Agama.
Solo: Ramadhani.
0 komentar:
Posting Komentar